Rabu, 12 Agustus 2009

Syiar kegelisahan

Oleh: Andika Setiawan (17 juni 2009)


Perkakas tua itu telah melahirkan karat di sela-sela tubuhnya, dia hampir tak berdaya oleh balutan zat yang menyerang pertahanan terakhirnya. Bentuknya yang keras dahulu mengagumkan orang-orang, baginya mudah sekali rasa lupa itu menginap dikepala tuan-tuan sungguh tidak terbayangkan akhirnya proses penghancuran ternyata dimulai dari keroposnya tulang utama yang telah menahan beban produktifitasnya selama ini.

Berulang kali peminat dan pengagum terpuji mengganti warnanya, namun bentuk utuhnya tidak dirubah sedikitpun karena dia tidak bisa digantikan sedikitpun. Dia kekal dalam keangkuhannya, menelan partikel kecil yang terbang dan berkeliaran di sekelilingnya. Kadangkalah dia harus membagi sisa makanan bagi unsur lain, untuk mempertahankan diri dari serangan kelompok kecil dominan yang telah menyimpan dendam jutaan tahun padanya.

Hidupnya telah berkuasa lama, jutaan kesenangan dan pujian mengalir bak sungai nil yang mengalir tak kenal musim. Namun, ambisinya, kekuasaannya menjadi dorongan pokok untuk bertahan, dia tidak rela membagi-bagikan bagian tubuhnya untuk dimakan partikel kurus, disudut matanya yang telah berubah jadi duri dan mengancamnya setiap waktu.

Saat subuh datang partikel kurus berkumpul banyak disudut matanya siap mencabik-cabiknya, dendam jutaan tahun itu telah menghapus pujian padanya yang ada tinggal kebencian dan kecaman, dia tersungkur layu jatuh bersama seluruh ambisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar